Mediasi Konflik Antara PT KDA VS Masyarakat Kampung Empat Alot
Pada tahun 1992-1995 itu memang masyarakat karena jalan Tanjung sudah dibuka, jadi masyarakat juga ikut menggarap lahan yang sudah dicanangkan kepada perusahaan.
“Pada 19 Desember 1992 sudah mulai ada perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Jadi, intinya adalah kawasan hutan yang sudah dicanangkan kepada perusahaan. Bahwa kawasan hutan tidak bisa diberikan hak tanah kepada masyarakat. Tidak masalah kalau ada masyarakat yang menuntut karena memiliki lahan, tapi harus ada dokumennya. Karena kami sudah sering menanggapi kasus dibuktikan dengan dokumen,” katanya.
Mendengar apa yang disampaikan oleh pihak perusahaan, Asisten I Arif Ampera, lalu mengatakan bahwa kawasan yang diberikan kepada perusahaan merupakan kawasan hutan atau HP.
Jadi berat, kalau lahan itu mau dijadikan hak milik oleh masyarakat. Apalagi katanya, saat ini sudah banyak jadi contoh konflik lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan.
“Contoh kita banyak di ladang panjang, semuanya itu lahan HP. Kalau memang ada bukti autentik yang diperoleh diatas tahun 1980-an berupa seporadik atau sertifikat. Sampaikan saja, supaya kita tahu. Dan ajak beradu data, siapa tau menang. Jadi inilah mungkin yang perlu saya sampaikan. Kondisinya bagaimana, Kades jangan jadi korban, buat seporadik diatas lahan kawasan hutan,” katanya.
Selain itu, pihak PT KDA Ucok juga menyebutkan bahwa pt KDA ini melakukan 4 tipe pembangunan, pertama plasma eks areal Transmigrasi, kedua plasma pola kkpa tetapi penerima plasma Transmigrasi, areal eks desa bukit tumbul. Kemudian ketika plasma langsung koperasi non trans, arealnya diluar areal inti di Kab. Sarolangun dapat 1.500 hektar.
“Empat desa ini, tidak masuk dari kriteria itu. Waktu jamannya tahun 1997 itukan yang jadi plasma hanya Transmigrasi. Kita berikan dalam bentuk CSR di kampung empat. Berjalannya waktu, CSR yang diterima masyarakat berkurang, bahagian dari pola kemitraan 70 persen untuk masyarakat dan 30 persen perusahaan,” katanya.
Lalu, Anggota DPRD H Hurmin, juga turut bicara dalam persoalan ini, ia mengatakan bahwa selama ini ada informasi yang berkembang ditengah masyarakat, bahwa ada perjanjian antara masyarakat kampung empat dengan PT KDA, bahwa isinya HGU itu 25 tahun.
Setelah lewat 25 tahun, masyarakat yang sudah diganti rugi tanaman tumbuh oleh perusahaan PT KDA, kini meminta agar lahan dikembalikan.
“HGU setelah sekian puluh tahun lalu ada perjanjian antara masyarakat dengan perusahaan. Makanya, kita hadir kesini, artinya perjanjian itu bentuknya seperti apa. Apakah benar ada perjanjian itu, isinya HGU itu 25 tahun, jadi masyarakat itu minta hak dia lah. Ada atau tidak dak surat perjanjian itu,” tanya Hurmin, kepada pihak perusahaan.